PENGELOMPOKAN DEFINISI ABNORMAL
1. Pendekatan statistik: Di atas / di
bawah normal di sebut “anormal” bukan abnormal. Istilah ini sering dipakai pada
aliran behaviourisme dan kuantitatif
2. Pendekatan Fungsional: Fungsi – fungsi
kepribadian yang ada pada orang yang bersangkutan berada pada taraf yang
optimal / tidak
3. Pendekatan Kultural: Pendekatan yang
melihat abnormalitas dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu
KRITERIA YANG MENENTUKAN ABNORMALITAS
1. Perilaku yang tidak biasa
Perilaku yang tidak biasa disebut abnormal . Hanya
sedikit dari kita yang menyatakan melihat atau mendengar sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Hal seperti itu hamper dikatakan abnormal dalam budaya
kita.
2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara
social atau melanggar norma sosial.
Setiap masyarakat memiliki norma – norma / standar
yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks
tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin dianggap
abnormal dalam budaya lain. Satu implikasi dari mendasarkan definisi dari
perilaku abnormal pada norma social adalah bahwa norma – norma tersebut
merefleksikan standar yang relative bukan kebenaran universal.
3. Persepsi atau tingkah laku yang salah
terhadap realitas
Biasanya sistem sensori dan proses kognitif
memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang
lingkungan sekitar.
4. Orang – orang tersebut berada dalam stress
personal yang signifikan
Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh
gangguan emosi seperti kecemasan, ketakutan atau depresi. Namun terkadang
kecemasan dan depresi merupakan respon yang sesuai dengan situasi tertentu.
5. Perilaku maladaptive
Perilaku yang menimbulkan ketidakbahagiaan dan
membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan.
6. Perilaku Berbahaya
Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu
sendiri atau orang lain.
FAKTOR – FAKTOR PENENTU ABNORMALITAS
Sebab – sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari
beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber
asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut :
A. MENURUT TAHAP BERFUNGSINYA
Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab
perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa
kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang
menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang
disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang
secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa
infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing
Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi
kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di
masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child)
mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan
dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak
tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang
wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat
ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang
menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau
memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian
yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan
yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda
kesembuhannya.
5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang
disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang
kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling
mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai
abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi
problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang
berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak
memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena
suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab
mana akibat.
B. MENURUT SUMBER ASALNYA
Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku
abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu :
1. Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang
dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan
sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh –
pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi
seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap
stress.
2. Faktor – faktor psikososial
a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang
menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis
yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa
kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
b. Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan
emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual,
emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya :1.
Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, 2. Kurangnya
perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak
serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat
menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d. Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi
yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu
melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola
gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang
melahirkan gangguan pada para anggotanya:
1) Keluarga yang tidak mampu mengatasi
masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam
sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
2) Keluarga yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai – nilai yang
bertentangan dengan masyarakat luas
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang
bermasalah
4) Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di
rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah
memiliki dua istri dll.
e. Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara
psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga
diri
2) Konflik nilai
3) Tekanan kehidupan modern
3. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau
tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam
individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang
diliputi oleh kekerasan,
b. Terpaksa menjalani peran social yang
berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan
harus membunuh.
c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi
berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll.
a. Hubungan
Abnormalitas dengan Konsep Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Teori-Teori Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
Teori-Teori Motivasi
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya..
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
b. Abnormalitas dengan
Stres
c. Stres
adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidak
seimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor lingkungan
eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stres biasanya dianggap
sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk,
dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stres yang positif,
yang disebabkan oleh sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan
pangkat dengan diberikan pekerjaan di tempat lain.Gibson, Ivancevich dan
Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai
oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis, akibat dari
setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan
psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Definisi tersebut
menggambarkan stres sedikit lebih negatif, sedangkan menurut pakar stres, Dr.
Hans Selye,memperkenalkan stres sebagai suatu rangsangan dalam pengertian
positif ,disebut sebagaiEutress. Eustress membuat individu mampu
beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke
arahyang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup.
d. Menurut
Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan
kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan
menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar
biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang.
Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau
psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi
stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989). reaksinya
terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya
(Prawitasari, 1989).
Perilaku Abnormal dari
Gangguan Stres
Dari uraian diatas dapat diketahui
perialku abnormal akibat gangguan stres adalah sebagai berikut.
a. Agresi
Yaitu kemarahan yang meluap-luap
dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya
adapula tindakan sadistik dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu
fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot.
b. Regresi
Yaitu kembalinya
individu pada pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan
menjerit-jerit, menangis meraung-raung, membanting barang, menghisap ibu jari,
mengompol, pola tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku diatas didorong oleh
adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah
laku diatas adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental
yang lemah.
c. Fixatie
Merupakan suatu respon individu yang
selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai
cara yang sama. Misalnya, menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu,
membentur kepala, berlari-lari histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul
dada sendiri, dll. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapai tujuan,
menyalurkan kedongkolan ataupun alat balas dendam.
d. Pendesakan dan
komplek-komplek terdesak
Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan
atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat,
nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif. Karena didesak oleh keadaan yang tidak
sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering menggangu ketenangan
batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi,
salah baca, dll.
e. Rasionalisme
Adalah cara untuk menolong
diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat
sesuatu yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya, seorang yang
gagal secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas tersebut terlalu
berat baginya karena dirinya masih muda.
f. Proyeksi
Adalah usaha melemparkan
atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang lain.
Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya
akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada
dirinya.
g. Tehnik
Anggur masam
Usaha memberikan atribut
yang jelek atau negative pada tujuan yang tidak bisa dicapainya. Misalnya
seseorang mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata bahwa soal ujian
tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
h. Tehnik
jeruk manis
Adalah usaha memberikan
atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan dan
kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan tugas
akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk
merebut kemenangan.
i. Identifikasi
Adalah usaha menyamakan diri
sendiri dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri dengan bintang
film tenar, professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan memberikan keputusan
semu pada dirinya.
j. Narsisme
Adalah perasaan superior, merasa dirinya
penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan berlebih-lebihan.
Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar.
k. Autisme
Ialah gejala
menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi
dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung
bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola
kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya
konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.
Abnormalitas yang Berhubungan dengan Jenis Kelamin
Bayi yang baru lahir memiliki kromosm X dan Y, atau
dua kromosom XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Embrio manusia haru
memiliki setidaknya satu kromosom X untuk dapat tumbuh. Abnormalitas kromosom
yang berhubungan dengan jenis kelamin yang paling umum melibatkan adanya
kromosm ekstra (baik X atau Y) atau ketiadaan satu kromosom X pada perempuan.
Sindrom Klinefelter
Sindrom klinefelter merupakan kelainan genetik di
mana laki-laki memiliki kromosom X ektra, membuat mereka menjadi XXY dan bukan
XY. Laki-laki dengan kelainan ini memiliki testis yang tidak berkembang, dan
mereka biasanya memiliki dada yang besar dan tumbuh tinggi. Sindrom klinefelter
terjadi sekitar satu dalam setiap 800 kelahiran hidup anak laki-laki.
Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X adalah kelainan genetic yang
merupakan akibat dari abnormalitas dalam kromosom X, yang menjadi terhimpit dan
sering pecah. Defesiensi mental sering menjadi konsekuensi tetapi defesiensi
ini mungkin mengambil bentuk berupa keterbelakangan mental, gangguan belajar,
atau rentang perhatian yang pendek. Kelainan ini lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan pada perempuan, kemungkinan pada kromosom X kedua pada
perempuan dan menegasikan efek negative gangguan ini.
Sindrom Turner
Sindrom turner adalah kelainan kromosom pada
perempuan di mana sebuah kromosm X hilang dan menjadikan pemiliknya XO dan
bukan XX, atau kromosom kedua terhapus sebagian. Perempuan dengan sindrom ini
berpostur pendek dan mempunyai leher yang tersambung oleh membran kulit. Mereka
dapat tidak subur dan mengalami kesulitan matematika, tetapi kemampuan verbal
biasanya cukup baik. Sindrom turner terjadi kira-kira 1 dari setiap 2500
kelahiran.
Sindrom XYY
Sindrom XYY merupakan
kelainan kromosom dimana laki-laki memiliki kromosom Y ekstra. Ketertarikan
awal pada sindrom ini terfokus pada keprcayaan bahwa kromosom Y esktra yang
ditemukan pada beberapa laki-laki menyumbang terhadap perilaku agresi dan
kekerasan. Meskipun demikian, peneliti kemudian menemukan bahwa laki-laki XYY
tidak lebih mungkin melakukan kejahatan daripada laki-laki XY.Sumber:
http://isahluphpsychologi.blogspot.com/2013/04/psikologi-abnormal-dan-patologi.html
http://kusbiantari.blogspot.com/
http://www.datukhitam.com/site/index.php/pengetahuan/agama/pemikiran/16-psikologi-definisi-psikosis-dan-abnormalitas.html
http://www.psychologymania.com/2011/10/abnormalitas-yang-berhubungan-dengan.html
No comments:
Post a Comment