Sekilas
Lanud Halim Perdanakusuma
Berawal dari Konfrensi Meja Bundar di Den Haag
antara Pemerintah Belanda dan Indonesia tanggal 23 Agustus 1949, Pangkalan
Udara Cililitan dengan segala fasilitas yang ada diserahkan ke Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI). Upacara penyerahan dilakukan 20 Juni 1950 didepan
Base Operation Pangkalan Udara Cililitan
Kasau komodor Udara S. Suryadarma yang menerima
penyerahan itu dan ditandai dengan penurunan bendera Belanda merah-putih-biru
untuk digantikan bendera Indonesia merah-putih. Tiga hanggar yang saat itu ikut
diserahkan dan saat sekarang ini masih ada adalah hanggar Skadron 31, Skadron
17, dan hangar Skatek 021. Disamping itu ada pula perkantoran, gudang-gudang,
bengkel dan rumah sakit serta perumahan. Nama Cililitan pada 17 Agustus 1952
diganti dengan nama seorang pahlawan TNI Angkatan Udara, Marsekal Muda TNI
(Anumerta) A. Halim Perdanakusuma. Surat Keputusan KSAU Nomor : 76 Tahun 1952
adalah dasar penggantian nama itu.
Pangkalan TNI AU (Lanud) Halim Perdanakusuma yang
secara keseluruhan memiliki daerah seluas 1.700 hektar adalah satu dari enam
Lanud kelas A (utama) Lanud Halim Perdanakusuma memiliki landasan pacu
sepanjang 3000 meter.
Sejak tahun 1977 sampai sekarang sudah tercatat
33 Perwira TNI AU pernah memimpin pangkalan ini. Lanud Halim dipimpin seorang
Perwira Tinggi berpangkat Marsekal Pertama TNI (Bintang Satu). Dari 33 Komandan
Lanud Halim Perdanakusuma itu, tiga diantaranya berhasil menjadi Kepala Staf
TNI Angkatan Udara (KASAU), yakni Marsekal TNI Soekardi, Marsekal TNI Siboen,
dan Marsekal TNI Sutria Tubagus.
Kalau ada yang mengatakan bahwa Lanud Halim
Perdanakusuma merupakan pangkalan terlengkap adalah benar. Disamping memiliki
sebuah Organisasi Wing, Tiga Skadron Udara dan satu Skadron Teknik. Pangkalan
ini ditempati lebih 20 satuan lain TNI/TNI AU termasuk ada disana Markas
Komando Operasi TNI AU I (Makoopsau I), Markas Komando Pendidikan TNI AU
(Makodikau), Markas Komando Pertahanan Udara Nasional (Makohanudnas), Markas
Komando Sektor Hanudnas I (Makosek Hanudnas I), Dinas Survei dan Pemotretan
Udara (Dissurpotrudau), Dinas Psikologi TNI AU (Dispsiau), dan Rumah Sakit
Pusat TNI AU (Ruspau) “dr. Esnawan Antariksa”.
Didaerah Lanud Halim Perdanakusuma terdapat pula
PAP II Cabang Bandara Halim Perdanakusuma (Sipil) dan Universitas S. Suryadarma
(Unsurya). Lanud Halim Perdanakusuma juga merupakan pintu keluar masuknya
tamu-tamu negara yang datang sebagai tamu resmi Pemerintah RI. Pejabat negera
RI sendiri, baik itu perjalanan keluar negeri maupun kunjungan kedaerah, selalu
menggunakan Lanud Halim Perdanakusma sebagai tempat keberangkatan maupun
kedatangan. Skadron Udara 17 VVIP/VIP merupakan Skadron yang menyiapkan
pesawat-pesawat untuk digunakan oleh Pejabat Tinggi Negara termasuk Presiden
dan Wakil Presiden.
Dalam kaitan operasi militer TNI, Lanud Halim
Perdanakusuma merupakan pangkalan tolak bagi pasukan-pasukan tempur dari semua
Angkatan maupun Pasukan Pengamanan dari Polri, kedudukan Skadron 31 Angkut
Berat dengan pesawat Hercules pengangkut pasukan, menyebabkan Komandan Wing I
Lanud Halim Perdanakusuma berfungsi sebagai Komandan Satgas Udara Pasukan
Pemukul Reaksi Cepat (PPRC).
Kesibukan sebagai pimpinan Lanud Halim
Perdanakusuma masih dibebani pula tugas pembinaan dibidang olah raga kedirgantaraan,
selaku Ketua Federasi Aero Sport Indonesia Daerah (Fasida) DKI Jakarta
Belanda Menyerahkan Pangkalan Cililitan
Tanggal 20 Juni 1950 ada upacara serah terima
yang dilaksanakan di apron base oparation Pangkalan Udara Cililitan. Pihak
Militaire Luchvaart (ML) menyerahkan Pangkalan Udara Cililitan dan KSAU Komodor
Udara Surjadi Suryadarma mewakili Angkatan Udara RI (AURI) untuk menerima
penyerahan itu. Acara itu berlangsung lancar, karena memang pihak ML mentaati
hasil Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda.
Konfrensi yang berakhir 23 Agustus 1949 itu
diikuti oleh Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia yang baru
empat tahun merdeka. Hasil konfrensi itu antara lain bahwa ML harus menyerahkan
semua Pangkalan Udara yang ada di Indonesia kepada AURI, salah satunya
Pangkalan Udara Cililitan. Pangkalan yang diserahkan berikut semua fasilitas
yang ada termasuk pesawat-pesawat terbangnya.
Dari fasilitas di Lanud Cililitan yang ikut
diserahkan terdapat bangunan-bangunan, hanggar, kantor, gudang-gudang,
perumahan anggota termasuk Rumah Sakit. Diantara bangunan itu yang masih ada
sampai tahun 2003 ini antara lain Hanggar Skadron 31, Hanggar Skadron 17 dan
Hanggar Skatek 021 yang merupakan bukti sejarah. Sementara bangunan lain sudah
banyak mengalami perubahan.
Hampir 300 Pesawat Diserakan Kepada AURI
Masih dalam kaitan hasil Konfrensi Meja Bundar,
AURI disamping menerima sejumlah Pangkalan Udara dari ML, juga menerima
penyerahan hampir 300 buah pesawat terbang bekas pakai ML dari delapan jenis.
Jumlah itu terdiri dari 25 pesawat pembom B-25 Mitcchell, 29 pesawat angkut
C-47 Dakota, 30 pesawat pemburu P-51 Mustang, 74 pesawat latih lanjut
AT-16/T-6G Harvard, 46 pesawat latih dasar BT-13 Valiant, 62 pesawat latih mula
L-47 Piper Cub, 22 pesawat latih / pengintai Auster Aiglet dan sembilan pesawat
Amphibi PBY-5 Catalina. Penyerahan pesawat-pesawat itu dilakukan di pangkalan
Udara Cililitan bersamaan dengan acara penyerahan Pangkalan Udara Cililitan
tanggal 20 Juni 1950.
Pesawat Pembom Merah Putih Pertama
Kalau pada tanggal 27 Oktober 1945, sebuah
pesawat Cureng beridentitas Merah Putih diterbangkan oleh Pak Adisutjipto di
Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta, maka pada tanggal 29 April 1950 sebuah
pesawat pembom B-25 Mitchell dengan nomor registrasi M-456 milik ML diserahkan
kepada AURI. Pesawat yang berada di Hanggar 3 ML itu sudah beridentitas
merah-putih, hari itu ditarik untuk dipindahkan ke Hanggar I AURI. Petugas
penariknya adalah seorang tehnisi (flight engineer) bernama Sersan Udara Z.
Palmelay. Di Hanggar I AURI, pesawat itu kemudian diperiksa secara teliti oleh
para tehnisi sebagai bagian dari rencana penerbangannya pada esok harinya.
Untuk rencana penerbangan pesawat pembom beridentitas Merah-Putih untuk pertama
kalinya itu, disiapkan seorang Captain Pilot Letnan Udara I PGO. Noordraven,
Co-Pilot Letnan Muda Udara I RJ. Ismail, flight engineer Sersan Udara Z.
palmelay dan seorang juru radio Sersan Udara Hasibuan.
Pada tanggal 30 April 1950 pagi hari, sebuah
bomber B-25 Mitchell M-156 dengan lambang bendera Merah-Putih diekornya, mulai
lepas landas di landasan pacu Pangkalan Udara Cililitan. Pesawat itu terbang
dengan mulus diatas Pangkalan dan sekitar angkasa Jakarta selama 1 jam dan
mendarat dengan selamat. Hari itu sebuah pesawat pembom AURI terbang untuk
pertama kali di angkasa negaranya sendiri dan diawaki oleh bangsanya sendiri.
Setelah itu, dengan pesawat yang sama diawaki Captain Pilot RJ. Ismail dan
Co-Pilot Letnan Udara Satu Patah serta tiga awak lainnya Sersan Hasibuan,
Sersan Palmelay dan Kopral Udara Manapa ditugaskan untuk membantu Panglima
Teritorium IV di Makassar untuk melaksanakan operasi bantuan udara
Masih dengan pesawat pembom B-25 Mitchell M-456
ditugaskan untuk mengantar KSAU Komodor Udara S. Suryadarma ke Singapura,
menghadiri peringatan Hari Jadi RAF tanggal 9-10 Desember 1950 di Pangkalan
Udara Changi. Para awak B-25 adalah Letnan Muda Udara I RJ. Ismail (Pilot),
Letnan Udara I Suharsono Hadinoto (Copil), Sersan Udara Z. Palmelay, Sersan
Udara Agus dan Sersan Udara Slamet.
Skadron Udara Dibentuk
Dari delapan jenis pesawat terbang yang
diserahkan ML kepada AURI dengan jumlah yang hampir 300 buah itu. Kemudian
dipikirkan penempatannya. Melalui penetapan KSAU Nomor : 2811 / KS / 1951
tanggal 21 Maret 1951, dibentuk Group Operasional yang berisi empat Skadron
Udara bagi pesawat-pesawat yang berada di Pangkalan Udara Cililitan, Jakarta,
yaitu Skadron I Pembom pesawat B-25 Mitchell, Skadron Udara III Pemburu pesawat
P-51 Mustang. Skadron Udara IV Pengintai pesawat Auster dan Piper Cub dan
Skadron V Angkut Operasional pesawat C-47 Dakota dibentuk di Pangkalan Udara
Andir, Bandung dengan nama Djawatan Angkutan Udara Militer (DAUM).
Baru sebulan Skadron-Skadron Group Operasional
terbentuk, menyusul Penetapan KSAU Nomor 28A/II/KS/1951 dengan susunan Skadron
udara yang baru, yaitu Skadron I Pembom pesawat B-25, Skadron II Angkut pesawat
C-47 Dakota. Skadron III Pemburu pesawat P-51 Mustang, Skadron IV Pengintai
Darat pesawat Auster dan Skadron V Pengintai Laut pesawat PBY-5A Catalina.
Lanud Tjililitan Menjadi Lanud Halim
Perdanakusuma
Melalui Surat Keputusan KSAU Nomor : 76/ 48/
PEN-2/52 tanggal 17 Agustus 1952, maka nama Pangkalan Udara Tjililitan diganti
dengan Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma. Dalam surat keputusan itu, juga
diubah nama tiga Pangkalan TNI AU yang lain yaitu Pangkalan TNI AU Maguwo di
Yogyakarta menjadi Adisutjipto, Pangkalan TNI AU Bugis di Malang menjadi
Abdulrachman Saleh dan Pangkalan TNI AU Andir, Bandung menjadi Husein
Sastranegara.
Acara pergantian nama Pangkalan Tjililitan itu
antara lain ditandai dengan pembukaan selubung nama Halim Perdanakusuma di
pintu gerbang yang bentuknya masih sangat sederhana, bertepatan dengan acara
peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-7.
Sumber:
http://tni-au.mil.id/content/lanud-halim-perdanakusuma-0